in

Apa Yang Harus Kita Katakan Kepada Anak-Anak Tentang Peperangan?

 

perangSebuah permasalahan: “Saya adalah ibu dari tiga orang anak, yang paling besar usianya 10 tahun dan terkecil 4 tahun. Saya sudah terbiasa mengadakan pembicaraan terbuka dan diskusi seputar banyak hal. Akan tetapi, hari ini saya merasa lemah di hadapan peristiwa yang tengah terjadi, peperangan, pemandangan kehancuran dan korban. Semua itu sulit sekali dikendalikan. Saya sendiri tidak tahu pengaruh peristiwa ini terhadap mereka dan tidak tahu apa yang harus saya katakan kepada mereka. Bagaimana pula saya bisa menjelaskannya kepada mereka dengan adanya antena parabola dan email-email peperangan sudah masuk ke dalam rumah-rumah kami?”

Tentang solusi ini, Dr. Muna Bushaili mengatakan: Sebenarnya apa yang Anda tanyakan ini bukanlah sekadar masalah pembinaan biasa. Akan tetapi, hakikatnya ia adalah tantangan jangka panjang yang tengah kita hadapi semua, baik anak kecil ataupun orang dewasa, laki-laki dan perempuan serta anak-anak. Itu adalah tantangan semua umat. Anak-anak adalah pihak yang paling banyak merasakan hal ini. Pertama, ketika Anda mendeskripsikan peristiwa-peristiwa di atas. Semuanya ada di depan mereka, siang malam dan keharusan menjelaskan hal itu kepada mereka sesuai dengan yang dipahami akal-akal mereka. Kedua, karena mereka adalah generasi yang kelak akan menghadapi peristiwa di atas. Mereka adalah generasi yang akan mewarisi peninggalan yang sarat dengan kesedihan-kesedihan yang akan kita tinggalkan kepada mereka nanti. Kita harus mengenalkan kepada mereka bahwa berinteraksi dengan masa depan harus dimulai dari sekarang. Dan pilihan ada pada kita. Kita tempa mereka dengan menghidupkan sebab-sebab kemenangan dari kekalahan atau dengan cara mengevaluasi kelemahan dan kehancuran.

Pertanyaannya sekarang, bukanlah bagaimana kita melindungi anak kita dari semua peristiwa-peristiwa seperti di atas, akan tetapi, bagaimana kita bisa mengambil pelajaran dari kejadian untuk membangun generasi yang kuat, sadar, dan sanggup membangun dan memperkokoh masa depannya sebagimana yang ia inginkan. Bukan sebagaimana yang direncanakan untuk dirinya.

Agar kita bisa menyikapi peristiwa seperti ini, maka kita harus memahami hakikat sebenarnya, yaitu:

Pertama: Sesungguhnya perasaan-perasaan, pemikiran-pemikiran dan respon-respon perbuatan mereka berlainan sesuai dengan usia dan latar belakang pengetahuan mereka. Oleh karena itu, kita harus bisa menyesuaikan bahasa, cara berinteraksi dan memulai perbincangan menurut usia biologis mereka yang berbeda-beda itu.

Kedua: Sesungguhnya anak membentuk pemikiran dan perasaan mereka sebagai sebuah reaksi terhadap apa yang kita perlihatkan dari pemikiran dan perasaan, bahkan dari perkataan-perkataan yang mereka dengar. Rasa takut, gelisah, putus asa, lemah dan merasa kalah dan hancur ketika kita melihat pada anak-anak kita akan diserap oleh mereka tanpa kita sadari. Demikian pula halnya dengan perasaan-perasaan teguh, berjihad, optimis, percaya kepada kemenangan dan penuh harap di masa yang akan datang. Seorang anak tidak bisa membaca atau menganalisis apa yang ia lihat dan ia dengar dari berita-berita, membentuk opini, pemikiran, dan perasaan, inilah peran kita terhadap mereka.

Oleh karena itu, kita harus berpikir sebelum berbicara kepada mereka. Kita tanyakan diri kita: Apa pengaruh hal ini pada diri mereka? (pembentukan, penghancuran, bermanfaat, berbahaya, melemahkan, membangkitkan harapan, menjatuhkan dan menghancurkan). []

What do you think?

Written by

Writer di Rumah Keluarga Indonesia

Aku & Istriku

Bra, Berbahaya Bagi Wanita?