Jumat , Maret 31 2023

Coba Cari Kesalahan Quran, Jamilah Malah Masuk Islam (1)

jamilah-300x224Kisah Jamilah Kolocotronis dimulai sejak tahun 1976. Keinginannya yang kuat untuk menjadi seorang pendeta membuatnya mendatangi seorang pastor gereja Lutheran.

Keinginannya disambut baik oleh pastor tersebut lalu ia diminta untuk mewakili sang pastor diacara piknik para mahasiswa baru yang berasal dari negara lain.

Dalam acara tersebut, untuk pertama kalinya Jamilah bertemu dengan seorang Muslim untuk pertamakalinya. Muslim itu bernama Abdul Mun’im, ia berasal dari Thailand.

“Ia punya senyum yang manis dan sangat sopan. Saat kami berbincang-bincang, ia seringkali menyebut kata Allah,” kata Jamilah.

Awalnya Jamilah mengaku merasa aneh ketika Mun’im selalu menyebut nama Tuhan. Sejak kecil ia diajarkan bahwa orang diluar penganut Kristen akan masuk neraka. Jamilah melihat Mun’im sebagai seorang yang santun dan baik, namun ketika itu ia sangat menyayangkan bahwa Mun’im termasuk orang yang akan masuk neraka karena Mun’im beragama Islam.

Sejak saat itu Jamilah bertekad untuk mengkristenkan Mun’im. Dalam upaya mengkristenkan Mun’im, Jamilah pun selalu mengundang Mun’im datang ke gereja. Namun betapa malu hatinya ketika Jamilah melihat Mun’im yang selalu datang ke gereja dengan membawa Al-Quran.

Usai kebaktian, Jamilah dan Mun’im selalu berbincang tentang Islam dan al-Quran. Selama ini, Jamilah hanya mendengar istilah ‘Muslim’ dan memahaminya dengan hal-hal yang negatif. Selama dua tahun, Jamilah tetap melakukan kontak dengan Mun’im. Lewat aktivitasnya di sebuah Klub International, Jamilah juga bertemu dengan beberapa Muslim lainnya.

Jamilah tetap berusaha melakukan kegiatan misionarisnya untuk memurtadkan mereka dan masih punya keinginan kuat untuk menjadi pendeta meski waktu itu, di era tahun ’70-an gereja-gereja belum bisa menerima perempuan di sekolah seminari.

Waktu terus berjalan, kebijakan pun berubah. Setelah menyelesaikan studinya di universitas, sebuah seminari Lutheran mau menerimanya sebagai siswa. Jamilah pun langsung mengemasi barang-barangnya dan pergi ke Chicago untuk memulai pelatihan menjadi pendeta.

Namun cuma satu semester Jamilah merasakan semangat belajarnya di seminari itu. Jamilah sangat kecewa dengan kenyataan bahwa seminari itu tidak lebih sebagai tempat untuk bersosialisasi dimana pesta-pesta digelar dan minum-minuman keras sudah menjadi hal yang biasa.

Jamilah semakin kecewa ketika seorang profesor mengatakan bahwa para cendikiawan Kristen mengakui bahwa Alkitab bukan kitab suci yang sempurna, namun sebagai pendeta mereka tidak boleh mengungkapkan hal itu kepada para jamaah gereja.

Ketika Jamilah bertanya mengapa, jawabannya tidak memuaskan dan ia diminta untuk menerima saja keyakinan itu.

Mengetahui kenyataan seperti itu, akhirnya jamilah memutuskan untuk meninggalkan seminari dan pulang ke rumah dan meluangkan waktu untuk mencari kebenaran.

BERSAMBUNG

About

Writer di Rumah Keluarga Indonesia

Check Also

400 Pelajar Purwakarta Diganjar SP 1 karena Masih Aktif Merokok

Jika Masih Aktif Merokok, 400 Pelajar Purwakarta Akan Dikurangi Nilai Rapotnya

PURWAKARTA—Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi tak segan akan mengurangi nilai rapot 400 pelajar yang terbukti masih aktif …