Oleh: Anastasia, ibu rumah tangga, Kotomiyah-Cairo
RAMADHAN tahun 2012 adalah ramadhan yang bersejarah. Kala itu Muhammad Mursi menjadi presiden dari kalangan sipil, tentunya ini membawa angin segar bagi rakyat mesir, tak terkecuali bagi para ulama. Setelah sekian lamanya mereka harus berdakwah di belakang layar bersembunyi di balik bayang-bayang militer, kini mereka bisa bernafas lega mengumandangkan muhasabah kepada pemerintah atau hanya sekadar ceramah pengguat ghiroh jihad.
Pemandangan yang berbeda pun terlihat di salah satu pinggiran Kairo, tepatnya Kotomiyah. Pada waktu sholat Ied jemaah IM (Ikhwanul Muslimin) meluapkan keceriannyanya, hidup dalam sebuah kepeminpinan Mursi dengan cara membagikan bingkisan kepada anak-anak kecil, berisi 2 snack (makanan ringan), satu jepitan rambut menyerupai sandal, satu buah topeng mainan, dan beberapa permen.
Lain dulu lain sekarang. Ramadhan 2013 ini penuh dengan luapan perjuangan, setelah 30 Juni, militer secara sepihak mengudeta Mursi. Massa yang tidak senang akan Mursi longmarch ke pusat-pusat pemerintahan, salah satunya adalah Tahrir Squre. Sedangkan pendukung Mursi terkonsentrasi di Rob’ah.
Detik-detik penggulingan Mursi terlihat dramatis, bahkan pendukung Mursi jatuh pingsan mendengar sang Presiden digulingkan. Lantas apa yang menarik dari Ramadhan sekarang?
Jika kita lihat secara mendalam, Ikhwan memang bagian sejarah Mesir yang tak terpisahkan. Ikhwan adalah sejarah perjuangan melawan kediktatoran yang tak lekang zaman. Seperti hal nya di Rob’ah, tak ubahnya barak mujahid yang sesak dengan lantunan takbir, ceramah, diskusi keislaman.
Apalagi ruh Ramadhan semakin menghidupkan barisan mereka, sampai-sampai pendukung Mursi harus sigap dengan arus kenadaraan yang masuk ke Rob’ah, dikarenakan khawatir adanya penyusup, menyusul adanya temuan sebuah mobil bak terbuka berisi senjata. Entahlah apakah itu sabotase murahan untuk menjatuhkan nama baik pedukung di Rob’ah supaya militer beralasan membubarkan massa? Sayang media asing tidak begitu peduli melihat realita bahwa pendukung Mursi jauh lebih besar kualitasnya ketimbang orang-orang sekuler-liberal pada waktu demo kudeta.
Ikhwan pun lebih konsisten memperjuangan keinginannya. Walaupun panas mendera, mereka tetap di Rob’ah. Kondisi jomplang terlihat di Tahrir. Orang sekuler liberal sibuk dengan santapan makanan, padahal ini Ramadhan. Serta tarian musiknya. Rob’ah, kokoh dengan alasan keimanan.
Lantas bagaimana kontribusi kaum muslimin di dunia khususnya WNI yang ada di Mesir? Kami sudah diwanti-wanti untuk tidak ikut campur urusan politik negeri orang. Padahal Rob’ah itu dekat dalam jangkuan, tapi kami tidak berkutik melihat pembantaian saudara seiman. Alasan mereka memang beralasan, keamanan mesir tidak mendukung terlebih adanya sweeping militer di kalangan sipil dan sebagian mahasiswa. Contohnya orang berjenggot sedikit dicurigai, dan kami serasa hidup di Amerika saja. Di sisi lain ini menjadi tanda besar besar ikatan nasionalisme yang selama ini menjadi sekat pemisah di antara kami.
Ramadhan di Rob’ah kali ini penuh dengan kenangan manis bagi orang-orang yang mau berkorban di dalamnya. []